بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
“Ya Allah yaa Ghaffar,..Rabb yang
Maha Pengampun,.
Ampunilah kekufuranku padaMu, kurangnya
rasa syukurku padaMu, terbuai oleh dunia yang fana ini,..
Terkungkung oleh nafsu, azam yang
lemah untuk berubah, ikhtiar yang kering dari kesungguhan pada jalan
kebenaran,.
Ya Rabb bimbinglah diriku yang
lemah dan tiada daya upaya ini,.
Tunjukkan kepada hidayah dan
inayahMu ya Rabbi,.
Kisah pilu itu telah menggetarkan
hati yang lalai ini wahai tuhanku, betapa kurangnya kesyukuranku atas
nikmatMu,.
Muliakan dia dengan rahmatMu ya
Rabbul ‘Izzati,.
Angkat segala pilu resah hatinya,
tunjukan cahaya pertolonganMu padaNya,.
Jadikan ia makhluk yang pandai
bersyukur padaMu,.”
Mungkin rangkaian kata-kata diatas cukup
merepresentasikan keadaan hatiku saat ini, ketika diri ini lalai akan nikmat
tuhannya. Betapa tidak cerita ibuku tentang seorang pemuda dengan masa-masa
kelamnya dalam menuntut ilmu, mengejar impiannya, cukup membuatku
terkagum-kagum dan sekaligus menyadarkanku dari “tidur panjang” kekhilafanku
sebagai seorang anak, mungkin ini salah satu jalan Allah meneguhkan azamku, dan
aku yakin itu.
Allah
Ta’ala berfirman:
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
(QS.
Ibrahim (14): 7)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alayhi wa Sallam juga telah menggambarkan:
“Sungguh
mengagumkan melihat urusan orang mukmin, baginya, semua masalah adalah baik.
Dan, sikap yang demikian tidaklah terjadi kecuali oleh orang beriman. Jika dia
mendapatkan kebahagiaan dia bersyukur dan itu adalah hal yang baik baginya, dan
jika dia mendapatkan keburukan dia bersabar, dan itu adalah hal baik baginya.”
(HR.
Muslim No. 2999, Ibnu Hibban No. 2896)
Bermula ketika malam ini, seperti
malam-malam sebelumnya aku menghubungi ibu menanyakan kabar keadaannya dan
keluargaku disana. Namun ada yang berbeda malam ini, ibu menceritakan sosok
seorang pemuda yang menjadi anak angkat kedua orangtua kami. Yaa, cerita
tentang pemuda itulah yang membuatku tidak dapat memejamkan mataku malam ini. Alhamdulillah,
aku bersyukur atas apa yang aku dengar malam ini, memacuku untuk menjadi lebih
baik.
Pemuda itu bukanlah sosok yang asing
bagiku, ‘Ied Adha tahun lalu aku
sempat bertemu dengannya. Ya pemuda yang seumuran dengan adik bungsuku. Aku
kira dia sosok pemuda dengan kehidupan yang normaln dan bahagia. Dan sepengetahuanku
dia pemuda yang pergi merantau mencari ilmu ke Kota Bertuah (baca: Pekanbaru),
namun ternyata aku baru tahu bahwa hidupnya cukup berat untuk seusianya. Hal
yang ingin penulis sampaikan kepada pembaca semua adalah tentang rasa syukur
kita terhadap keadaan yang telah Allah anugerahkan.
Ada satu kalimat yang membuat jantungku dalam
keadaan tachycardia yaitu tatkala ibu
menceritakan bahwa pemuda itu berkata,’....ada
yang menyekolahkan saja sudah bersyukur...’. Yaaa itulah kalimat yang
menginspirasiku menulis malam ini. Aku ingin rasa itu terekam dalam tulisan ini,
agar aku tidak melupakan nikmat hidayah yang Allah berikan padaku.
Singkat cerita pemuda ini berasal dari keluarga
yang tidak mampu, namun semangatnya untuk sekolah begitu besar dan menggebu. Oleh
karenanya dia merantau ke kota namun apa yang dia hadapi di kota cukup
membuatnya tertekan dan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pendidikannya.
Alhamdulillah, aku bersyukur teramat sangat memiliki orangtua yang masih
memiliki hati yang peka dengan keadaan sekitarnya. Singkat cerita orangtuaku
membantunya untuk melanjutkan sekolahnya. Dan dia kembali ke kota ini guna
melanjutkan pendidikannya.
Yang membuat cerita ini menarik dan
menginspirasi adalah kebiasaan pemuda ini yang sangat dikagumi oleh kedua orangtuaku,
tabiat dia yang rajin dan membantu meringankan pekerjaan rumah kedua orangtuaku
membuat diriku tersentuh. Wataknya yang polos membuat orangtuaku menyayanginya,
dan akupun terharu mendengar cerita itu. Dan yang lebih membuatku
terkagum-kagum adalah kebiasaannya yang tidak pernah meninggalkan sholat shubuh
berjamaah, karena bagiku tolak ukur dalam menilai keimanan seseorang adalah
terletak pada kemampuannya untuk menjaga sholat shubuh berjamaah. Aku percaya
dia akan mendapatkan balasan yang lebih baik atas segala kesabaran dan kesyukuran
yang dia tunjukkan pada Allah.
Pemuda ini serius dalam belajar tidak
pernah bermalas-malasan, hal ini lah yang menjadi perenunganku. Sejauh mana aku
bersyukur kepada Allah atas segala nikmat yang aku dapatkan, dan sejauh mana
ikhtiarku dalam memanfaatkan segala nikmat yang telah Allah berikan padaku di
jalannya. Sudahkah aku belajar dengan ikhlas dan optimal? Sudahkan aku membuat
kedua orangtua bahagia, memenuhi segala harapannya padaku?? Jawabannya BELUM.
Yaa itulah hasilnya, namun aku yakin bahwa ini sebuah pembelajaran bagiku, petunjuk
yang Allah berikan padaku, dan aku harus merubah segala hal-hal negatif dalam
diriku. Mensyukuri nikmatNya dengan cara mengoptimalkan segala apa yang
dimiliki guna memenuhi segala harapan kedua orangtuaku, menjadi anak yang
sholeh, berbakti, dan menjadi pribadi yang mandiri dengan kedua tangannya.
Bersyukur atas nikmat potensi diri dan
materi yang Allah titipkan pada kita, dengan cara menggunakannya untuk
menggapai ridhoNya. Limpahan materi yang Allah berikan bukan membuat kita lalai
dalam bersyukur dan mengingatNya, karena harta itu dapat saja seketika Allah
ambil dan menghinakan diri kita yang kurang bersyukur padaNya.
Semoga tulisan singkat ini dapat menyadarkan
kita tentang betapa pentingnya bersyukur, dan mewujudkan bentuk kesyukuran kita
dengan mengoptimalkan apa yang telah Allah titipkan kepada kita guna menggapai
ridhoNya.
-Hadanallahu
wa iyyakum ajma’in, wassalamu’alaykum wr.wb-
Depok, 07 Jumadil Tsani 1433 H
-Moejaheedean Al Qassam-
Labels:
Cerita-Ku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
My Stuff
- Apoteker-Ku (3)
- Cerita-Ku (11)
- Dakwah-Ku (8)
- KH. Hilman Rosyad Shihab. Lc. (3)
- Master of Clinical Pharmacy (3)
- My English (4)
Post a Comment